ELOK : Mangrove di salah satu destinasi wisata di Kecamatan Tayu, Pati. |
KOTA – Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP)
Pati Edy Martanto menyebut, daerahnya memiliki aset besar di kawasan pesisir
dengan nilai ekonomis mencapai angka triliunan. Aset tersebut berupa mangrove
yang kini tercatat seluas 172 hektare.
"Keberadaan mangrove tidak dapat dikecilkan.
Karena kalau dihitung secara seksama nilai ekonomisnya sangat tinggi,"
ujarnya saat membuka rapat Kelompok Kerja Mangrove Daerah (KKMD) Kabupaten Pati
di aula Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Rabu (24/7).
Dia mengaku pernah belajar teknik menghitung valuasi
ekonomi ekosistem mangrove pada 1995. Dari penghitungan sejumlah variabel menunjukkan
angka relatif tinggi. "Hasil penghitungan pada 1995 nilai ekonomis
mangrove seluas satu hektare mencapai Rp 1 miliar. Kalau sekarang tentu
nilainya jauh lebih besar," ungkapnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, nilai ekonomis tersebut
dilihat dari sejumlah aspek, antara lain produksi nutrien yang dihasilkan
mangrove. Nutrien dapat menyuburkan perairan laut, termasuk membantu perputaran
karbon, nitrogen, dan sulfur.
Keberadaan mangrove pun dapat menjaga
keberlangsungan populasi ikan, kerang, serta biota laut lainnya. Hutan mangrove
juga menjadi tempat untuk perkembangbiakan dan pembesaran udang, kepoting, dan
jenis ikan yang dapat hidup di air payau.
HIJAU : Wisatawan domestik saat bertandang di rerimbun mangrove di Kecamatan Tayu. |
"Manfaat itu kalau dinilai dengan uang sangat
besar. Belum termasuk manfaat mangrove sebagai pencegah abrasi. Karena jika
membangun tembok pemecah gelombang nilainya besar," paparnya.
Di luar itu dia menyebut masih banyak nilai ekonomis
lain, seperti produk olahan, baik pangan maupun non-pangan berbahan dasar pohon
mangrove.
Dia berharap potensi Pati dengan garis pantai
sepanjang 60 kilometer dapat dimanfaatkan maksimal. Terlebih memperluas hutan
mangrove, paling tidak hingga seluas 600 hektare dari 172 hektare yang ada saat
ini. Salah satu upayanya, yakni
memperbanyak titik wisata mangrove.
"Belakangan ini sudah berkembang sehingga
berdampak positif bagi perluasan green belt di pesisir," lanjutnya.
Ketua KKMD Kabupaten Pati HM Sukarno mengatakan,
perusakan mangrove untuk pembukaan tambak masih kerap terjadi. Selain itu
pemanfaatan tanah timbul setelah abrasi juga menjadi kendala dalam perwujudan
sabuk hijau pesisir secara keseluruhan. [Fadil]