Nilai Ekonomis Mangrove Triliunan Rupiah

Nilai Ekonomis Mangrove Triliunan Rupiah

Kamis, 25 Juli 2019, Juli 25, 2019
ELOK : Mangrove di salah satu destinasi wisata di Kecamatan Tayu, Pati.

KOTA – Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pati Edy Martanto menyebut, daerahnya memiliki aset besar di kawasan pesisir dengan nilai ekonomis mencapai angka triliunan. Aset tersebut berupa mangrove yang kini tercatat seluas 172 hektare.

"Keberadaan mangrove tidak dapat dikecilkan. Karena kalau dihitung secara seksama nilai ekonomisnya sangat tinggi," ujarnya saat membuka rapat Kelompok Kerja Mangrove Daerah (KKMD) Kabupaten Pati di aula Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Rabu (24/7).

Dia mengaku pernah belajar teknik menghitung valuasi ekonomi ekosistem mangrove pada 1995. Dari penghitungan sejumlah variabel menunjukkan angka relatif tinggi. "Hasil penghitungan pada 1995 nilai ekonomis mangrove seluas satu hektare mencapai Rp 1 miliar. Kalau sekarang tentu nilainya jauh lebih besar," ungkapnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, nilai ekonomis tersebut dilihat dari sejumlah aspek, antara lain produksi nutrien yang dihasilkan mangrove. Nutrien dapat menyuburkan perairan laut, termasuk membantu perputaran karbon, nitrogen, dan sulfur.

Keberadaan mangrove pun dapat menjaga keberlangsungan populasi ikan, kerang, serta biota laut lainnya. Hutan mangrove juga menjadi tempat untuk perkembangbiakan dan pembesaran udang, kepoting, dan jenis ikan yang dapat hidup di air payau.

HIJAU : Wisatawan domestik saat bertandang di rerimbun mangrove di Kecamatan Tayu.


"Manfaat itu kalau dinilai dengan uang sangat besar. Belum termasuk manfaat mangrove sebagai pencegah abrasi. Karena jika membangun tembok pemecah gelombang nilainya besar," paparnya.

Di luar itu dia menyebut masih banyak nilai ekonomis lain, seperti produk olahan, baik pangan maupun non-pangan berbahan dasar pohon mangrove. 

Dia berharap potensi Pati dengan garis pantai sepanjang 60 kilometer dapat dimanfaatkan maksimal. Terlebih memperluas hutan mangrove, paling tidak hingga seluas 600 hektare dari 172 hektare yang ada saat ini. Salah satu upayanya, yakni  memperbanyak titik wisata mangrove.

"Belakangan ini sudah berkembang sehingga berdampak positif bagi perluasan green belt di pesisir," lanjutnya.

Ketua KKMD Kabupaten Pati HM Sukarno mengatakan, perusakan mangrove untuk pembukaan tambak masih kerap terjadi. Selain itu pemanfaatan tanah timbul setelah abrasi juga menjadi kendala dalam perwujudan sabuk hijau pesisir secara keseluruhan. [Fadil]

TerPopuler