Suluk Maleman Semarakkan Dieng Culture Festival

Suluk Maleman Semarakkan Dieng Culture Festival

Senin, 05 Agustus 2019, Agustus 05, 2019
GEMA : Habib Anis Sholeh Baasyin, KH Abdul Ghofur Maimoen, Sabrang Mowo Damar Panuluh dan Sampak GusUran saat meramaikan DCF.


BANJARNEGARA – Dieng Culture Festival (DCF) berlangsung begitu meriah sejak Jumat (2/7) hingga Minggu (4/7) kemarin. Dalam serangkaian acara, rupanya ada sajian yang cukup menarik. Yakni digelarnya Ngaji Budaya yang dihelat di lapangan Candi Arjuna.

Musik selawat dengan iringan musik tradisi berbalut modern yang dimainkan Sampak GusUran langsung menarik perhatian wisatawan dan warga yang ada di kawasan wisata Dieng. Para wisatawan pun tampak tak sungkan meski harus duduk lesehan di tengah lapangan hingga penuh sesak.

Kehadiran para narasumber yakni Habib Anis Sholeh Baasyin dari Pati, KH Abdul Ghofur Maimoen Rembang serta Sabrang Mowo Damar Panuluh membuat para wisatawan begitu antusias.

Kehebohan wisatawan semakin riuh setelah Sabrang yang juga dikenal sebagai Noe Letto itu membuka diskusi dengan tembang “Ruang Rindu”. Tak hanya itu Noe juga membawakan dua lagunya yakni “Sandaran Hati” dan “Sebelum Cahaya”. Lokasi panggung yang tidak berjarak dengan penonton pun membawa suasana begitu dekat.

Tak hanya dari hiburan musik yang dibawakan Noe Letto dan Sampak GusUran saja, topik Ngaji Budaya yang disajikan pun mampu membawa daya tarik tersendiri. Terlebih putra Mbah Maimoen Zubair juga turut hadir disana.

Dalam pandangannya KH Abdul Ghofur Maimoen itu pun mengingatkan jika salah satu risalah nabi adalah membawa kegembiraan. Sehingga sudah sepatutnya orang beragama pastilah merasa gembira. “Oleh karenanya salah satu ciri wali itu tidak pernah bersedih,” katanya.

Cara berbahagia lewat kebudayaan pun dinilai menjadi sesuatu yang menyenangkan sekali. Seperti dengan digelarnya Dieng Culture Festival itu sendiri. Bahkan masuknya Islam di Jawa pun tak lepas dari budaya. Para wali memanfaatkan budaya untuk metode pengajaran agama.

“Lewat budaya justru akan lebih mudah diterima. Itulah yang coba dilakukan. Islam Nusantara menjadi bagian agar Islam tidak merusak budaya. Karena jika merusak budaya pastilah terjadi peperangan dan itu bisa membahayakan,” terangnya

Selaras, Habib Anis Sholeh Baasyin juga melihat agama sebagai ruh sementara budaya adalah badannya. Sehingga tidak sepatutnya mempertentangkan antara kebudayaan dengan agama itu sendiri.

“Jawa sendiri memiliki kebudayaan yang selaras dengan ajaran agama. Contoh kecil penggunaan bahasa kromo yang memiliki tiga tingkatan. Yakni ngoko, kromo madya dan kromo inggil. Menyesuaikan kepada siapa lawan mainnya. Seperti halnya dalam ajaran agama di mana harus saling menghormati kepada yang tua dan mengasihi yang muda,” paparnya.

Indarto, Sekda Banjarnegara dalam sambutannya menaruh harapan besar agar budaya dapat dipertahankan. Event Dieng Culture Festival sendiri menjadi bentuk budaya yang diharapkan dapat menjadi ikon Banjarnegara.

“Bahkan sekarang ini kami cukup yakin Dieng Culture Festival mampu menjadi even internasional. Karena wisatawannya tak hanya dari seluruh Indonesia saja tapi banyak juga yang datang dari manca negara,” sebutnya. [Sesepuh/Fadil]

TerPopuler