![]() |
ILUSTRASI |
KOTA – Dapur tidak mengepul, sejumlah ex-Pedagang Kaki
Lima (PKL) Alun alun Pati yang sekarang ini mendiami Tempat Pelelangan Kayu
(TPK) di belakang GOR Pesantenan yang karib disebut Pusat Kuliner Pati, berharap
pemerintah lebih serius memperhatikan nasibnya.
Lantaran, setelah kurang lebih 6 bulan mendiami lokasi
relokasi, sejumlah PKL mengaku semakin merugi. Bahkan, salah satu pedagang
harus menggugurkan cita-cita anaknya untuk duduk di bangku perkuliahan. Akibat sepinya
Pusat Kuliner Pati yang digadang menjadi salah satu lokasi wisata kuliner, di
kabupaten berjuluk Bumi Mina Tani itu.
“Dahulu waktu masih di Alun alun Pati pendapatan
kami baik. Namun sekarang, malam minggu paling banter dapat Rp 100 ribuan.
Kalau hari biasa ya tidak tentu, kadang Rp 30 – 70 ribu itupun pendapatan
kotor. Buat kulakan saja, kami kesulitan,” keluh pedagang pempek di TPK, Hasanah
(57), Rabu (25/9).
Hal senada juga diutarakan Restiowati, bahkan pernah
dalam semalam dia tidak membawa pulang rezeki. “Contohnya semalam dagangan saya
tidak laku, ini bukan kali pertama, ya tidak ada beli sama sekali,” ungkapnya.
“Nasi sering buang, paling itu telur sama sayuran
yang bisa dipakai lagi. Dulu saya jualan nasi goreng, ayam geprek dan kentucky.
Sekarang nasi goreng sudah tidak karena tidak laku,” tuturnya.
Meski pihak pemerintah kabupaten (Pemkab) telah
sering mengadakan event dan kegiatan di lokasi TPK. Namun, tidak berpengaruh
banyak ke pendapatannya.
“Ada event sama saja, pengunjung banyak tetapi
tidak beli. Kebanyakan mereka bawa bekal makan dan minum sendiri, jadi tidak
ngefek kepada kami,” beber pedagang ayam geprek itu.
Pihaknya berharap, pihak pemkab menyediakan tempat
yang lebih representatif dari TPK. Atau pedagang dibolehkan berdagang di
sepanjang jalan menuju Alun alun Pati. Atau bahkan boleh menempati Alun alun Pati seperti dulu.
“Kalau mau membuatkan tempat harusnya seperti di Kudus, dibuat taman seperti Balai Jagong. Di sini itu, dulu waktu belum ditempati banyak tenda yang kejatuhan dahan pohon, belum lagi tempatnya angker,” imbuhnya.
“Kalau mau membuatkan tempat harusnya seperti di Kudus, dibuat taman seperti Balai Jagong. Di sini itu, dulu waktu belum ditempati banyak tenda yang kejatuhan dahan pohon, belum lagi tempatnya angker,” imbuhnya.
Sehari sebelumnya, Bupati Pati, Haryanto
mengemukakan, sudah berusaha keras untuk meramaikan Tempat Pelelangan Kayu
(TPK) yang berlokasi di belakang GOR Pesantenan, di mana para ex-PKL Alun alun Pati itu berada. Salah satunya dengan mengadakan event dan kegiatan yang melibatkan
massa.
“Jualan itu kan pasang surut. Kita sudah respon
terus itu, besok tanggal 29 ada lari, nanti juga ada lomba menyanyi dan menari
dari SD, TK serta PAUD yang tidak hanya sehari dua hari,” terangnya.
Tidak sampai di situ, pihaknya juga terus berupaya melakukan
pembenahan agar lokasi PKL ex-Alun alun Pati itu tidak sepi pembeli dan membuat
nyaman para pengunjung. Katanya, “Untuk tahun ini, perubahan ini sudah saya
tambah, sebentar lagi akan diaspal yang biasanya ada debu itu kita aspal.”
Menurutnya, tidak hanya pihak pemerintah saja yang
melakukan penataan lokasi agar menjadi magnet para pelancong. Namun, para PKL
juga harus berinovasi supaya dagangannya laris terjual.
“Kami semua sudah berusaha untuk membantu biar
dagangannya itu laku. Kan harus ada inovasi. Pertama jualannya, kedua tempatnya
ditata. Itu di Gedung Juang awalnya kan gak laku, sekarang kan laku, karena apa
tempatnya ditata, dikasih perna-pernik kan menarik,” sebutnya.
Ditambahkan, dalam waktu dekat pihaknya bakal
melangsungkan verifikasi faktual data para PKL di TPK. Tegas Bupati, “Nanti akan
saya verifikasi yang faktual, siapa yang berdagang di situ dan siapa yang tidak
berjualan di situ. Kalau memang tidak berjualan, ya apa boleh buat, saya
ngundang yang mau jualan di situ.” [Fadil]