Kesenian Barongan Sarirejo Coba Bertahan Digempur Budaya Asing

Kesenian Barongan Sarirejo Coba Bertahan Digempur Budaya Asing

Kamis, 12 September 2019, September 12, 2019
TOLAK BALA : Barongan Cipta Budhaya saat mempertunjukkan aksinya.


KOTA – Maraknya ekspansi budaya asing, membuat eksistensi kesenian asli daerah semakin tenggelam. Lantaran generasi milenial yang seyogianya menjadi agen pelestari salah satu bentuk kearifan lokal itu, berpaling dan memilih trend budaya yang sedang booming muda ini.

Di Desa Sarirejo, Kecamatan Pati Kota saja misalnya, sebelumnya beragam kesenian daerah tumbuh di zamannya, seperti kesenian ketoprak, ludruk dan wayang. Sayangnya, detik ini hanya kesenian barongan dan rebana saja yang mencoba tetap bertahan.

“Waktu saya masih kecil, dulu banyak sekali grup-grup kesenian. Ada ketoprak, wayang, ludruk, tetapi sekarang hanya tinggal rebana dan barongan,” papar Mbah Reban saat ditemui awak media di kediamannya.

Pria berusia 59 tahun ini mengaku menggeluti kesenian barongan sejak menginjak usia 15 tahun, dan menjadi pengampu kesenian tersebut pada umur 23 tahun. Jelasnya, “Dulu awalnya juga gak tertarik, tetapi oleh pak lurah yang menjabat saat itu saya dikader untuk melestarikannya. Dan akhirnya saya jatuh cinta dengan kesenian barongan hingga saat ini.”

Pengampu grup kesenian barongan Cipta Budhaya Sarirejo ini, mengaku merupakan generasi ke lima kelompok tersebut.

“Sekarang saya memilih fokus untuk nguri-nguri (melestarikan –red) kesenian ini. Kalau dulu memang tak sambi jadi sopir bus, tapi sekarang saya ikhlas karena kalau tidak saya siapa lagi?” ujarnya.

SINGA BARONG : Mbah Reban memperlihatkan koleksi barongan grup barongan Cipta Budhaya.

Di antara koleksi barongan milik Mbah Reban, ada satu yang masih asli bentuk dan motifnya, buatan sekitar tahun 1960-an yang merupakan warisan dari Mbah Mulyono almarhum yakni salah satu penggiat seni barongan sebelumnya.

“Yang paling tua dibuat tahun 60-an. Selain itu, ada yang buatan saya sendiri. Membuat barongan itu tidak boleh asal, kayunya harus kayu khusus dan perlu ritual khusus pula,” bebernya.

Kesenian yang terdiri dari 24 orang ini sendiri biasanya unjuk gigi dalam acara-acara tertentu, seperti sedekah bumi, mantenan, serta hajatan lain sebagai bentuk tolak bala.

“Biasanya kami melakukan pertunjukan ketika ada acara tertentu. Seperti sedekah bumi, acara mantenan dan orang yang punya nadzar. Kami sudah pernah tampil di berbagai daerah di Kabupaten Pati,” jelas paparnya.

Mbah Rebah berharap, sepeninggalannya kesenian barongan tetap hidup di Bumi Mina Tani. Imbuhnya, “Ya, ingin sekali generasi muda ini tetap melestarikan kesenian barongan. Jangan sampai orang jawa kehilangan jati dirinya dan meninggalkan budayanya.” [Fadil]

TerPopuler