TOLAK BALA : Barongan Cipta Budhaya saat mempertunjukkan aksinya. |
KOTA – Maraknya ekspansi budaya asing, membuat
eksistensi kesenian asli daerah semakin tenggelam. Lantaran generasi milenial
yang seyogianya menjadi agen pelestari salah satu bentuk kearifan lokal itu,
berpaling dan memilih trend budaya yang sedang booming muda ini.
Di Desa Sarirejo, Kecamatan Pati Kota saja misalnya,
sebelumnya beragam kesenian daerah tumbuh di zamannya, seperti kesenian
ketoprak, ludruk dan wayang. Sayangnya, detik ini hanya kesenian barongan dan
rebana saja yang mencoba tetap bertahan.
“Waktu saya masih kecil, dulu banyak sekali
grup-grup kesenian. Ada ketoprak, wayang, ludruk, tetapi sekarang hanya tinggal
rebana dan barongan,” papar Mbah Reban saat ditemui awak media di kediamannya.
Pria berusia 59 tahun ini mengaku menggeluti
kesenian barongan sejak menginjak usia 15 tahun, dan menjadi pengampu kesenian
tersebut pada umur 23 tahun. Jelasnya, “Dulu awalnya juga gak tertarik, tetapi
oleh pak lurah yang menjabat saat itu saya dikader untuk melestarikannya. Dan akhirnya
saya jatuh cinta dengan kesenian barongan hingga saat ini.”
Pengampu grup kesenian barongan Cipta Budhaya Sarirejo
ini, mengaku merupakan generasi ke lima kelompok tersebut.
“Sekarang saya memilih fokus untuk nguri-nguri
(melestarikan –red) kesenian ini. Kalau dulu memang tak sambi jadi sopir bus,
tapi sekarang saya ikhlas karena kalau tidak saya siapa lagi?” ujarnya.
SINGA BARONG : Mbah Reban memperlihatkan koleksi barongan grup barongan Cipta Budhaya. |
Di antara koleksi barongan milik Mbah Reban, ada satu
yang masih asli bentuk dan motifnya, buatan sekitar tahun 1960-an yang
merupakan warisan dari Mbah Mulyono almarhum yakni salah satu penggiat seni
barongan sebelumnya.
“Yang paling tua dibuat tahun 60-an. Selain itu, ada
yang buatan saya sendiri. Membuat barongan itu tidak boleh asal, kayunya harus
kayu khusus dan perlu ritual khusus pula,” bebernya.
Kesenian yang terdiri dari 24 orang ini sendiri
biasanya unjuk gigi dalam acara-acara tertentu, seperti sedekah bumi, mantenan,
serta hajatan lain sebagai bentuk tolak bala.
“Biasanya kami melakukan pertunjukan ketika ada
acara tertentu. Seperti sedekah bumi, acara mantenan dan orang yang punya
nadzar. Kami sudah pernah tampil di berbagai daerah di Kabupaten Pati,” jelas
paparnya.
Mbah Rebah berharap, sepeninggalannya kesenian
barongan tetap hidup di Bumi Mina Tani. Imbuhnya, “Ya, ingin sekali generasi
muda ini tetap melestarikan kesenian barongan. Jangan sampai orang jawa
kehilangan jati dirinya dan meninggalkan budayanya.” [Fadil]